Upah Murah Dosen dan Kualitas Pendidikan Tinggi

Polemik gaji rendah dosen di Indonesia ulang mengemuka di sarana sosial. Menjadi ironis, karena hal ini terjadi di sedang makin lama mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi dan di segi lain maraknya masalah joki ilmiah serta beban administrasi yang berat.

Persoalan gaji dosen ini ramai diperbincangkan karena dipantik oleh hasil survei daring yang dipublikasikan di The Conversation pada 4 Mei 2023. Survei daring yang dilakukan akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), dan Universitas Mataram (Unram) yang notabene sebagai kampus dengan Banyak Doktor S3 ini diikuti nyaris 1.200 partisipan dosen aktif.

Hasilnya, sebanyak 42,9 persen dosen terima pendapatan selalu di bawah Rp 3 juta per bulan, hanya sedikit lebih tinggi dari umumnya upah minimum provinsi (UMP) di Indonesia sebesar Rp 2,9 juta pada 2023.

Sebagian dosen sesungguhnya terima pendapatan tidak tentu, seperti honor narasumber, insentif publikasi, dan honor insidental lainnya. Namun, lebih dari setengah partisipan (53,6 persen) mengaku hanya meraih pemasukan tambahan ini di bawah Rp 1 juta per bulan.

https://cdn-assetd.kompas.id/xkpukj3HdgzxezgKmHwD0g1truI=/1024×800/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F10%2F25f8bd51-d8d3-4cd8-a655-7da3d140c4b2_png.png

Kebanyakan dosen yang berpatisipasi di dalam studi ini tetap pada bagian awal karier, yang tergambarkan dari umur partisipan umumnya 26-35 tahun (63,5 persen), bergelar S-2 (82,2 persen), dan bekerja selama tidak cukup dari 3 tahun (39,4 persen).

Para dosen ini biasanya terhitung belum mendapat tunjangan profesi atau sertifikasi dosen dan belum bisa mendapat tunjangan tambahan mengenai bersama jabatan fungsional di kampus. Survei ini menggambarkan, terkecuali hanya mengandalkan pendapatan dari kampus, pendapatan dari para dosen ini diakui belum layak.

Baca terhitung : Berjuang untuk Sejahtera di Tengah Tuntutan Menjadi Dosen ”Super”

Di luar pembicaraan soal metodologi survei daring yang dilakukan, beberapa pengguna Twitter merekognisi rendahnya gaji dosen. Banyak terhitung yang menambahkan, situasi ini diperparah bersama beban dosen untuk mengunggah dokumen kinerjanya untuk meraih sertifikasi dosen, yang menguras saat dan energi.

Selain itu, banyak pengguna sarana sosial yang sesudah itu mengimbuhkan bahwa gaji rendah ini dialami pengajar di bermacam jenjang pendidikan. Lebih menyedihkan, para pengajar di jenjang pendidikan lebih rendah, yang lebih susah melacak pekerjaan tambahan.

Melalui pesan langsung, seorang dosen muda yang bekerja di universitas swasta Jakarta mengimbuhkan testimoni, bahwa secara nominal upah mereka dari universitas sesungguhnya kecil, nyaris sama bersama UMP. Namun, dari aspek saat relatif longgar. Seminggu umumnya hanya mengajar tiga hari bersama umumnya 6 jam di dalam sehari.

Aktivitas perkuliahan di keliru satu ruangan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih di Jayapura, Kamis (8/3). Tampak Pembantu Dekan I Yan Dirk Wabiser selaku dosen yang mengajar mata kuliah Metode Penelitian Sosial kepada para mahasiswa.

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

Aktivitas perkuliahan di keliru satu ruangan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Cenderawasih di Jayapura, Kamis (8/3). Tampak Pembantu Dekan I Yan Dirk Wabiser selaku dosen yang mengajar mata kuliah Metode Penelitian Sosial kepada para mahasiswa.

Di luar itu bisa main bersama keluarga atau, terkecuali mau, melacak pekerjaan tambahan. ”Di universitas aku terhitung banyak dosen yang kaya, namun dari pekerjaan tambahan di luar kampus. Bahkan, ada dosen yang hanya memburu status, namun pekerjaan utama di luar kampus,” katanya.

Faktanya, kita bisa melihat kehidupan beberapa dosen yang berlebih secara ekonomi. Tentu saja, hal ini khususnya didapatkan para dosen yang nyambi bekerja di luar kampus, andaikan menjadi konsultan dan tenaga ahli di perusahaan swasta dan pemerintahan, apalagi terhitung komisaris perusahaan pelat merah.

Pekerjaan tambahan ini tidak ideal terkecuali kita menginginkan dunia akademik kita yang berkualitas. Selain tugas mengajar, dosen sesungguhnya terhitung dituntut membimbing dan membina mahasiswa, meneliti, menulis publikasi ilmiah, sampai pengabdian masyarakat.

Budaya ilmiah

Tak mengherankan terkecuali sejarawan Inggris, penulis biografi Diponegoro, Peter Carey, di dalam Kelas Belajar Bersama secara daring pada Januari 2022 menyebutkan, gaji dosen yang tidak mahal ini sebagai keliru satu aspek yang mengakibatkan Indonesia tidak bakal dulu mempunyai pemenang Nobel.

Baca terhitung : Hadiah Nobel dan Visi Sains

Kualitas pendidikan tinggi di Indonesia tetap tertinggal jauh dibandingkan negara lain. Dari 4.004 perguruan tinggi di Indonesia,hanya lima perguruan tinggi yang masuk di dalam top 500 perguruan tinggi terbaik dunia versi QS World University Rankings (WUR) pada tahun 2022. Di pada ini, belum ada satu pun yang menembus 200 besar perguruan tinggi terbaik.

Dosen Bahasa Inggris mengajar di kelas di Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (13/3/2023). Penyelenggara Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian (PTKL) ini berada di bawah Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mengatur keperluan pasar kerja sektor perikanan.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Dosen Bahasa Inggris mengajar di kelas di Politeknik Ahli Usaha Perikanan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Senin (13/3/2023). Penyelenggara Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian (PTKL) ini berada di bawah Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mengatur keperluan pasar kerja sektor perikanan.

Perguruan tinggi di Indonesia sesungguhnya didominasi universitas kecil, bersama jumlah mahasiswa di bawah 2.000 orang. Data Kemendikbudristek menunjukkan, dari 3.041 perguruan tinggi swasta (PTS) di semua Indonesia, terdapat 1.291 PTS yang belum terakreditasi sehingga dikategorikan tidak sehat. Hal ini dulu memunculkan wacana untuk menyehatkan perguruan tinggi bersama menggabungkannya.

Gaji dosen yang tidak mahal ini sebagai keliru satu aspek yang mengakibatkan Indonesia tidak bakal dulu mempunyai pemenang Nobel.

Namun, apakah penggabungan ini bisa menjadi solusi bagi peningkatan mutu pendidikan tinggi kita? Padahal, mutu pendidikan yang baik ini menjadi harapan masyarakat, yang dari saat ke saat makin lama merasakan mahalnya biaya pendidikan, khususnya perguruan tinggi.

Lalu, mengapa terkecuali biaya pendidikan kian mahal, dosen-dosennya tetap diupah rendah, apalagi di kampus-kampus besar dan ternama?

Tentu saja, penganggaran gaji dosen hanya sekian komponen dari banyak komponen lain untuk menjalankan dunia akademik. Namun, gagalnya dunia universitas mengimbuhkan gaji layak kepada dosen, namun beban biaya kuliah makin lama dirasakan mencekik oleh penduduk dan mutu pendidikan tinggi tidak membaik signifikan, selayaknya menjadi momentum untuk mengevaluasi tata kelola pendidikan tinggi kita.

Belum ulang ada sederet masalah yang saat ini membelenggu dunia universitas kita. Selain praktek joki ilmiah seperti dilaporkan Kompas (11 Februari 2023), banyak laporan kasus, dosen yang terima gratifikasi materi dan penyalahgunaan lain, terhitung tindak asusila, untuk menjual beli nilai (Kompas, 9 Desember 2022). Situasi ini menghindar pengembangan budaya riset dan inovasi di perguruan tinggi.